Resensi Buku Baru | Mukjizat Tahajud & Subuh




Judul: Mukjizat Tahajud & Subuh
Penulis: Yusni A Ghazali
Penerbit: Grafindo Khazanah Ilmu
Terbit: Agustus 2009 (Cetakan Kedua)
Tebal: 200 Halaman





Keistimewaan Salat Subuh dan Tahajud


SALAT bagi seorang muslim merupakan ibadah utama yang wajib dilaksanakan. Bahkan salat lima waktu (fardu) diartikan sebagai tiang agama, maka bagi yang meninggalnya sama artinya dengan meruntuhkan tiang agama. Dari lima salat fardu, Salat Subuh mempunyai banyak keutamaan dan keistimewaan, sehingga disarankan dilaksanakan tepat waktu dan berjamaah di masjid.
Salah satu keistimewaa Salat Subuh adalah dijanjikan pahala setara dengan melaksanakan ibadah haji dan umrah secara sempurna. Bahkan dalam Hadis Riwayat Ahmad disampaikan, jika mengetahui begitu banyak keutamaan lainnya dalam Salat Subuh, kita pasti rela datang ke masjid untuk berjamaah meski harus merangkak.
Selain salat wajib, umat Islam pun mengenal salat sunnah. Salah satu salat sunnah yang utama adalah Salat Tahajud. Bahkan Salat Tahajud merupakan salat sunnah yang utama setelah salat fardu. Dari sekian banyak keistimewaan Salat Tahajud, salah satunya adalah mendapatkan derajat yang mulia di akhirat.
Begitu istimewanya, Rasulullah SAW selama hidupnya selalu melakukan Salat Tahajud setiap malam, sampai-sampai kedua kakinya menjadi bengkak. Beliau hanya dua kali tak melaksanakan Salat Tahajud ketika sedang sakit.
Untuk mengetahui berbagai keistimewaan dalam Salat Subuh dan Tahajud, semua dikupas dalam buku Mukjizat Tahajud dan Subuh karya Yusni A Ghazali. Buku setebal 200 halaman yang diterbitkan Grafindo Khazanah Ilmu ini menjelaskan secara sederhana berbagai keistimewaanya dari berbagai aspek, mulai dari sisi religius, psikologi, sampai kesehatan.
Diterangkan juga bagaimana Rasulullah SAW dan kaum Salafusaleh  melaksanakan Salat Subuh dan Tahajud. Termasuk berbagai amalan dan doa yang biasa dilakukan Rasulullah SAW, sebelum dan sesudah melaksanakan Salat Subuh dan Tahajud. Sehingga buku ini bisa menjadi panduan yang praktis bagi Anda untuk melaksanakan Salat Subuh dan Tahajud secara kontinu. (wasis wibowo)

Hukum Islam tentang Waris

a. Pengertian Ahli Waris
    Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta waris/harta pusaka dari seorang yang meninggal dunia.
    Orang-orang yang mendapat bagian harta warisan dari orang yang meninggal dunia ada 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
            1. Ahli Waris dari Pihak Laki-Laki
a)      Anak laki-laki.
b)      Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah).
c)      Bapak.
d)     Kakek (bapaknya bapak dan seterusnya).
e)      Saudara laki-laki sekandung.
f)       Saudara laki-laki sebapak.
g)      Saudara laki-laki seibu.
h)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung.
i)        Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah.
j)        Saudara laki-laki bapak yang sekandung.
k)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang sekandung.
l)        Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak seayah.
m)    Suami
n)      Laki-laki yang memerdekakan mayat tersebut.
Jika semua ahli waris tersebut ada, yang berhak menerima warisan hanya tiga, yaitu
a)      Bapak,
b)      Anak laki-laki, dan
c)      Suami.
            2. Ahli Waris dari Pihak Perempuan
a)      Anak perempuan.
b)      Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
c)      Ibunya bapak.
d)     Ibunya ibu dan seterusnya ke atas.
e)      Ibu.
f)       Saudara perempuan sekandung.
g)      Saudara perempuan sebapak.
h)      Saudara perempuan seibu.
i)        Istri.
j)        Wanita yang memerdekakan mayat tersebut.
Jika semua ahli waris tersebut ada, yang berhak menerima warisan hanya lima, yaitu
a)      Istri,
b)      Anak perempuan,
c)      Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki),
d)     Ibu, dan
e)      Saudara perempuan sekandung.
Selanjutnya, jika ahli waris laki-laki dan perempuan ada, yang berhak mewarisi harta hanya lima orang saja, yaitu
a)      Suami atau istri,
b)      Ibu,
c)      Bapak,
d)     Anak laki-laki, dan
e)      Anak perempuan.
Perlu diperhatikan, dalam warisan ada hal-hal yang menyebabkan hak waris dan ada yang menggugurkan hak waris.
(1) Yang menyebabkan hak waris
a. Adanya hubungan keturunan (nasab)
    contoh: jika seorang ayah meninggal, anaknya mendapat warisan dari ayahnya.
b. Adanya hubungan perkawinan
    contoh: seorang suami meninggal maka istrinya mendapat warisan dari suaminya.
c. Adanya hubungan agama Islam
jika ahli waris dari yang meninggal tidak ada, harta waris diserahkan ke baitulmal   tuk kepentingan perjuangan Islam.
d. Adanya hubungan memerdekakan hamba sahaya (budak).
(2) Yang menggugurkan hak waris
a. Perbedaan agama (HR.Al-Bukhari)
b. Murtad
c. Membunuh (HR.ad-Darimi)
d. Perbudakan (QS. An-Nahl/16:75)

b. Ketentuan Hukum Islam Tentang Ahli Waris
    Ilmu faraid (mawaris) adalah ilmu yang menguraikan tata cara pembagian harta warisan sesuai dengan ajaran Islam. Adapun hukum mempelajarinya adalah fardu kifayah. Setiap muslim/muslimah diperintahkan oleh agama untuk mempelajari ilmu faraid dan mengajarkannya kepada orang lain, serta mengamalkannya seperti sabda Rasulullah soloullahualaihiwassalam dalam HR. Ibnu Majah.
Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada dalam pewarisan. Rukun waris ada tiga, yaitu
1)      Adanya yang meninggal dunia, baik secara hakiki atau hukmi.
2)      Adanya harta waris, meliputi semua harta dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik harta benda maupun hak bukan harta benda.
3)      Adanya ahli waris.
Pemindahan hak dengan jalan waris-mewarisi bisa terjadi/berlangsung jika memenuhi syarat-syarat seperti berikut ini.
a)      Matinya mawaris.
b)      Hidupnya ahli waris. Ahli waris masih benar-benar hidup pada saat mawaris meninggal.
c)      Tidak ada penghalang untuk menerima harta waris.

c. Dalil Naqli dan Aqli Tentang Ahli Waris
    Ketentuan mawaris yang diundangkan oleh Islam antara lain ditandai oleh dua macam perbaikan, yaitu mengikutsertakan kaum wanita sebagai ahli waris sebagai ahli waris seperti kaum pria (QS. An-Nisa’/4:7), dan membagi harta warisan  kepada segenap ahli waris secara demokratis dengan baru dilakukan apabila wasiat yang meninggal itu sudah dilaksanakan dan telah dilunasi utang-utangnya, serta mengingatkan hendaknya jangan coba-coba melaksanakan pembagian harta warisan berdasarkan pertimbangan manfaat, atau peranan yang dimainkan oleh masing-masing ahli waris berdasarkan pertimbangan manusia, tetapi hendaknya berdasarkan ketetapan Allah (QS. An-Nisa’/4:11-12).

d. Ketentuan Harta Benda Sebelum Pembagian Warisan
    Sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya, hendaknya dikeluarkan untuk kepentingan berikut.
1.      Biaya pengurusan jenazah
Biaya pengurusan jenazah, seperti membeli kain kafan, menyewa ambulans, dan biaya pemakaman. Bahkan, bisa digunakan untuk biaya perawatan waktu sakit.

2.      Utang
Jika orang yang meninggal memiliki utang, hendaknya utangnya dilunasi dengan harta peninggalannya.
3.      Zakat
Jika harta warisan belum dizakati, padahal sudah memenuhi syarat-syarat wajibnya, hendaknya harta itu dizakati dahulu sebelum dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
4.      Wasiat
Wasiat adalah pesan si pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian harta peninggalannya, kelak setelah ia meninggal dunia, diserahkan kepada seseorang/suatuu lembaga (dakwah/sosial) Islam. Wasiat seperti tersebut harus dipenuhi dengan syarat jumlah harta peninggalan yang diwasiatkannya tidak lebih dari sepertiga harta peninggalannya. Kecuali, kalau disetujui oleh seluruh ahli waris (HR. Bukhari-Muslim).
Apabila harta warisan sudah dikeluarkan untuk hal di atas, barulah harta warisan itu dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Namun, jika harta tersebut habis, masing-masing ahli waris tidak mendapat bagian apa-apa.

e. Prinsip-Prinsip Hukum Islam Tentang Perhitungan Dalam Pembagian Warisan

a.     Ahli warisan dengan bagian tertentu
Ahli waris dengan bagian tertentu adalah ahli waris yang mendapat harta pusaka dengan bagian tertentu. Seperti diterangkan dalam Al-Qur’an. Ketentuan jumlah yang harus diterima dalam bagian untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Kemudian, ahli waris dengan bagian tertentu ada enam, yaitu ½ (seperdua), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3 (sepertiga), 1/6 (seperenam).
1)      Ahli waris yang memperoleh ½ (seperdua), yaitu
a)      Anak perempuan apabila ia sendirian tidak bersama-sama saudaranya.
b)      Saudara perempuan yang seibu sebapak jika sendirian.
c)      Anak perempuan dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan yang lain.
d)     Suami, jika tidak mempunyai anak/ tidak ada anak dari anak laki-laki (cucu), baik laki-laki maupun perempuan.
2)      Ahli waris yang memperoleh ¼ (seperempat), yaitu
a)      Suami, jika istrinya yang meninggal itu mempunyai anak, baik laki-laki maupun perempuan/meninggalkan anak dari anak laki-laki (cucu), baik laki-laki maupun perempuan.
b)      Istri, baik seorang/lebih, jika suami tidak meninggalkan anak, baik laki-laki maupun perempuan dan tidak ada pula anak dari anak laki-laki (cucu), baik laki-laki maupun perempuan. Jika istri lebih dari satu, cara pembagiannya seperempat dibagi sejumlah istri.
3)      Ahli waris yang memperoleh 1/8 (seperdelapan), yaitu istri, jika suami meninggalkan anak, baik laki-laki maupun perempuan atau anak dari anak laki-laki (cucu), baik laki-laki maupun perempuan.
4)      Ahli waris yang memperoleh 2/3 (dua pertiga), yaitu
a)      Dua anak perempuan/lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki. Jika ada anak laki-laki, anak perempuan menjadi ahli waris asabah.
b)      Dua anak perempuan/lebih dari anak laki-laki (cucu) jika tidak ada anak perempuan.
c)      Saudara perempuan seibu sebapak lebih dari satu.
d)     Saudara perempuan sebapak, dua orang/lebih jika tidak ada saudara perempuan seibu sebapak.
5)      Ahli waris yang mendapat 1/3 (sepertiga), yaitu
a)      Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak/cucu, tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik saudara seibu sebapak/saudara sebapak saja.
b)      Dua orang saudara/lebih, dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
6)      Ahli waris yang mendapat 1/6 (seperenam), yaitu
a)      Ibu, apabila yang meninggal itu mempunyai anak, cucu dan saudara/lebih baik saudara laki-laki/perempuan, seibu sebapak/sebapak saja.
b)      Bapak, jika yang meninggal itu meninggalkan anak/cucu.
c)      Nenek, jika ibu dari si mayit tidak ada.
d)     Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendirian/berbilang jika bersama satu anak perempuan. Apabila anak perempuan si mayit lebih dari satu, cucu perempuan itu tidak mendapat harta pusaka.

b.     Beberapa contoh cara menghitung harta pusaka
Apabila harta pusaka itu akan dibagikan, sebelumnya perlu dipelajari lebih dahulu antara lain: siapa saja ahli warisnya? Siapakah diantara mereka yang mendapat bagian tertentu (zawil furud), asabah, mahjub, dan beberapa bagian masing-masing? Sesudah diketahui, barulah dihitung bagian masing-masing dengan cermat dan teliti.
Bagian ahli waris yang tertentu itu ada enam macam, yaitu ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Bilangan itu adalah bil.pecahan. Karena itu, bila ada ahli waris yang mendapat bagian ½, sedangkan yang lain 1/3, harus dicari KPK-nya (Kelipatan Persekutuan terKecil). KPK dari dua bilangan itu adalah 6.
Dalam ilmu faraid, KPK itu disebut asal masalah, dan hanya terbatas pada 7 macam saja, yaitu asal masalah 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24.

Soal
Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang anak perempuan, suami, dan bapak. Setelah dihitung, harta peninggalan berjumlah Rp87.000.000,00. sedangkan hak-hak mayat yang harus dipenuhi terlebih dahulu adalah
a)      Biaya perawatan mayat     Rp1.000.000,00.
b)      Utang-piutang mayat        Rp2.000.000,00.
c)      Zakat mal dan fitrah         Rp1.000.000,00.
d)     Wasiat                               Rp3.000.000,00.
Berapakah bagian masing-masing?
Jawab
Hak mayat = Rp7.000.000,00.
Hak ahli waris = Rp87.000.000,00 – Rp7.000.000,00 = Rp80.000.000,00
Anak perempuan mendapat ½ (karena tunggal). Suami mendapat ¼ (karena ada anak). Bapak menjadi asabah (karena tidak ada laki-laki/cucu laki-laki). Asal masalah (KPK) = 4.
Karena angka 4 adalah angka terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing penyebut 2 dan 4.
Perbandingannya        ½ : ¼ = 2 : 1
Jumlah bagian anak perempuan dan suami adalah 2 + 1 = 3
Sisa = 4 – 3 = 1 (jumlah bapak selaku asabah)
Jadi, jumlah seluruhnya = 2 + 1 + 1 = 4
Rumus bagian masing-masing = bagian orang/jumlah seluruhnya x hak ahli waris (jumlah harta pusaka – hak mayat)


Jadi, bagian masing-masing:
Anak perempuan         = 2/4 x Rp80.000.000,00 = Rp40.000.000,00
Suami                          = ¼ x Rp80.000.000,00   = Rp20.000.000,00
Bapak                          = ¼ x Rp80.000.000,00   = Rp20.000.000,00
                                                            Jumlah      = Rp80.000.000,00

Keterangan :
Dalam ilmu faraid, menmbah angka penyebut agar menjadi sama dengan pembilangnya disebut aul. Sedangkan, mengurangi angka penyebut agar menjadi sama dengan pembilangnya disebut rad.

f. Hikmah Hukum Waris dalam Islam

ü  Untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah subhanallahuwata’ala.
ü  Untuk menegakkan keadilan.
ü  Untuk tetap mengharmoniskan hubungan antarkerabat.
ü  Untuk lebih menyejahterakan keluarga yang ditinggal.
ü  Untuk kemaslahatan masyarakat.
ü  Mengangkat martabat dan hak kaum wanita sebagai ahli waris.
ü  Semua ahli waris dapat membagi harta warisan secara demokratis.
ü  Dalam sistem kewarisan Islam, mengandung ajaran tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan demokrasi.
ü  Terhindar dari sifat serakah.
ü  Terhindar dari makan makanan dengan jalan yang tidak sah.




DPR Gerah dengan Perdagangan Bebas Indonesia-Cina  


 Pascaberlakunya perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Cina, produk buatan Negeri Tirai Bambu kian mudah didapat di pasaran. Mulai dari mainan, tekstil, mesin, dan masih banyak lainnya. Kalangan DPR mendadak gerah dengan kondisi ini. "Apa (yang membuat) Ibu Mari E Pangestu begitu betul-betul sudah menyatakan kesiapan," tanya anggota Komisi VI DPR, Idris Laena kepada Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (20/1).

Pemerintah selain tengah melakukan perundingan ulang untuk 228 pos tarif yang tak siap bersaing di pasar bebas, juga mengkaji subsidi bagi industri. "Kalau seandainya ada justifikasi tertentu, tentu dukungan dalam bentuk subsidi bunga bisa saja diberikan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Namun, untuk membantu industri dalam negeri tidak semudah membalik telapak tangan. Sebab, pemberian bantuan pun tidak boleh melanggar rambu-rambu perdagangan bebas. "Memberi subsidi bunga untuk ekspor tidak boleh," ucap Mendag Mari E Pangestu.

Padahal, hingga kini sebagian produk Indonesia masih sulit bersaing. Ditambah lagi dengan pungutan liar, birokrasi berbelit, buruknya infrastruktur, serta pasokan energi yang tak memadai seolah menjadi masalah rutin yang tidak kunjung terselesaikan. Ancaman tersebut perlahan akan menggerus kemampuan bersaing Indonesia di pasar internasional.(BOG)

Bacaan Do’a Iftitah
ALLAHU AKBAR KABIERAW WALHAMDULILLAHI KATSIERA. WASUBHANALLAHI BUKRATAW WA-ASHILA.
“WAJJAHTU WAJHIA LILLADZIE FATHARAS SAMAWATI WAL ARDLA HANIEFAN MUSLIMAWWAMA ANAMINAL MUSYRIEKIEN. INNA SHALATI WANUSUKI WAMAHYAYA WAMAMATI LILLAHI RABBIL’ALAMIEN. LASYARAKIEKA LAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIEN.“
Artinya :
Maha besar Allah, segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya. Maha Suci Allah sepanjang pagi dan petang.
“ Saya menghadapkan muka saya kepada Tuhan pencipta langit dan bumi dengan rendah hati dan sejujur-jujurnya sebagai seorang muslim, bukan sebagai seorang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya. Begitulah saya diperintah, dan saya sebahagian dari orang islam.

- Surat Al Fatihah
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIM.
ALHAMDU LILLAHI-ROBBIL ‘ALAMIN. ARRAHMA NIRRAHIM. MALIKI YAUMIDDIN. IYYAKA NA’BUDU WAIYYA-KANASTA’IN IHDINASH-SHIRA-THAL MUSTAQIM, SHIRATHALLADZINA AN’AMTA’ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUBI ‘ALAIHIM. WALADL DLAALLIIN, AMIN
Artinya :
“ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Yang pengasih dan penyayang. Yang menguasai hari kemudian. Pada-Mulah aku menyembah, dan kepada-Mulah aku meminta pertolongan. Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Bagaikan jalannya orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat. Bukan jalan mereka yang pernah Engkau murkai, atau jalannya orang-orang yang sesat.

- Ruku
SUBHAANA RABBIYAL ADZIIMI WABIHAMDIHII ( 3 kali )
Artinya :
“Mahasuci Allah Maha Agung serta memujilah aku kepadaNya.“

- I’TIDAL
SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH.
Artinya :
Allah mendengar orang yang memujiNya.
Pada waktu berdiri tegak ( I’tidal ) terus membaca :
“ RABBANAA LAKAL HAMDU MIL USSAMAWAATI WAMI UL ARDLI WAMIL UMAA SYI’TA MIN SYAI’IN BA’DU “
Artinya :
Ya Allah Tuhan kami! Bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh barang yang Kau kehendaki sesudah itu

- SUJUD
“ SUBHAANA RABBIYAL A’LAA WABIHAMDIHII ( 3 kali )
Artinya :
“ Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi, dan memujilah aku kepada-Nya. “

- DUDUK ANTARA DUA SUJUD
“ RABBIGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARFA’NII WARZUQNII WAHDINII WA’AAFINI WA’FUANNII. “
Artinya :
“ Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekurangan dan angkatlah derajat kami dan berilah rizqi kepadaku, dan berilah aku petunjuk dan berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku.

- TASYAHUD / TAHYAT (AKHIR)
“ ATTAHIYYAATUL MUBAARAKAATUSH SHALAWAATU THTHAYYIBAATU LILLAAH ASSALAAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH. ASSALAAMU’ ALAINAA WA’ALAA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN. ASYHADU AL-LAA ILAAHAILLALLAAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH. ALLA HUMMA SHALLI’ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD, WAALA AALI SAYYI DINAA MUHAMMAD. “ KAMAA SHALLAITA ‘ALAA SAYYIDIINA IBRAHIM. WA’ALAA AALI SAYYIDINA IBRAHIM, WABAARIK’ALA SAYYIDINA MUHAMMAD, WA’ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD. KAMAA BARAKTA’ALAA SAYYIDINAA IBRAHIM, WA’ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAHIM, FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIDUM MAJIID.”
Artinya :
Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah, salam, rahmat, dan berkahNya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam keselamatan semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang shaleh-shaleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah! Limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad. “ Sebagimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. “ Diseluruh alam semesta Engkaulah yang terpuji, dan Maha Mulia.”

- SALAM
“ ASSALAAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAAHI.
Artinya :
“ Keselamatan dan rahmat Allah semoga tetap pada kamu sekalian.

MAHFUD MD: SANG PEJUANG KEBENARAN HUKUM
Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, SH, SU, pria kelahiran Sampang, Madura, 13 Mei 1957, itu adalah alumnus dan guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, juga lulusan Fakultas Sastra dan Kebudayaan serta doktor hukum tata negara UGM. Sebelumnya, ia anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR dan mantan Menteri Pertahanan di era Presiden Gus Dur (Kabinet Persatuan Nasional). Ia terpilih menjadi hakim konstitusi di DPR dan dilantik menjadi hakim konstitusi pada 1 April 2008.
Mahfud MD terpilih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2011. Ia didampingi Abdul Muhktie Fadjar sebagai wakil ketua MK. Suasana demokratis terlihat selama proses pemilihan. Mahfud, sesaat setelah terpilih, langsung menghampiri Jimly dan saling berjabat tangan. Jimly pun mengucapkan selamat dan mendukung ketua baru MK. Mahfud juga menilai Jimly Asshiddiqie telah membawa MK dikenal publik sebagai lembaga yang transparan dan akuntabel. Kemudian ia berjanji akan menjaga independensi dan netralitas MK serta bertindak sebagai negarawan dalam setiap keputusannya. Sebagai seorang hakim konstitusi ia akan menjadi seorang negarawan yang baik bukan lagi politikus.
Mahfud MD menyadari betul Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga negara yang bertugas untuk menjaga keadilan, bukan “corong” Undang-Undang dan produk hukum lainnya. Hal ini ditekankan, sebab selama ini hukum yang diterapkan oleh para penegak hukum lebih terasa pada sesuainya sebuah keputusan dengan bunyi teks hukum, sementara rasa keadilan sebagai tujuan daripada dirumuskannya hukum jauh dari capaian semestinya.
Mahfud juga aktif dalam mengkritisi realitas hukum di Indonesia, dimana paradigma perumus, pembuat (pemerintah dan DPR) dan penegak hukum masih terjebak pada paradigma hukum konservatif. Menurutnya, seharusnya paradigma hukum yang terbangun di tataran perumus dan penegak hukum saat ini adalah paradigma progresif, yang nantinya akan mengarah pada terwujudnya keadilan substantif. Mahfud sendiri dikenal dengan hukum Progresifnya.
Hukum konservatif
Ada beberapa indikator yang memperlihatkan realitas hukum Indonesia berwatak konservatif ini. Pertama, proses pembuatannya bersifat sentralistis yang didominasi oleh lembaga-lembaga negara. Semestinya, proses pembuatan hukum dilakukan melalui pendekatan masyarakat (partisipatif), sehingga rasa keadilan yang diinginkan masyarakat bisa terwujud. Bahkan, Mahfudz menengarai sekarang ini ada kecenderungan untuk menyembunyikan pembuatan peraturan agar tidak mendatangkan kritik dari masyarakat.
Kedua, isi peraturan hukum lebih bersifat positivis-instrumentalistik. Artinya, hukum yang dibuat tidak lebih hanya untuk dijadikan instrumen legitimasi kehendak penguasa, bukan untuk melaksanakan kehendak rakyat. Ketiga, pelaksanaannya lebih mengutamakan program dan kebijakan jangka pendek dari pada menegakkan asas-asas dasar konstitusional demi mencapai tujuan negara. Dan keempat, penegakan hukum seringkali lebih mengutamakan perlindungan korps kelembagaan. Yang terjadi kemudian, pembelokan hukum oleh aparat untuk mengaburkan pelanggaran atau kekeliruan oleh lembaga negara tertentu seringkali dilakukan.
Hukum Progresif
Dengan kondisi faktual hukum di atas, sangatlah penting ke depan paradigma hukum yang harus dipegang oleh para perumus dan pembuat serta penegak hukum adalah hukum progresif. Mahfud mengakui, dengan paradigma profresif ini, beberapa kali MK melakukan terobosan-terobosan hukum yang tak ayal banyak menuai kritikan.
Mahfud mengurai pendapatnya dengan mengutip pandangan ahli hukum, Satjipto Raharjo (alm.), tentang paradigma hukum progresif. Yaitu, pertama, hukum sejatinya adalah untuk manusia. Kedua, hukum senantiasa menolak untuk mempertahankan status quo. Dan ketiga, hukum memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku manusia dalam berhukum.
Dengan paradigma progresif ini, hukum akan berjalan dalam upayanya melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak. Dengan ini pula, hukum akan berjalan secara fleksibel dan mengalir, tanpa harus berpaku teguh terhadap peraturan-peraturan yang justru seringkali membelenggu masyarakat. Konsekuensinya, hukum secara tertulis juga akan selalu mengalami perubahan-perubahan, dan ini merupakan suatu keniscayaan.
Perangkat teoritis di atas salah satu alasan (atau dasar) MK dalam melakukan tugas konstitusionalnya. Selain itu, Mahfudz menegaskan, MK bergerak sesuai prinsip keadilan substantif, bukan prosedural sebagaimana banyak diterapkan aparat penegak hukum dan lembaga negara lainnya. Dengan dua alasan inilah MK mengawal konstitusi agar tidak dilanggar.
Dengan alasan ini pula, Mahfudz menyatakan, demi tercapainya rasa keadilan, Undang-Undang dan aturan hukum lainnya boleh saja dikesampingkan. Untuk tercapainya rasa keadilan ini pula MK seringkali “melampaui” Undang-Undang dalam memutuskan sengketa hukum. Rasa keadilan lebih ditekankan sebab, sejak dulu hingga sekarang, hukum dibuat dalam proses politik yang buruk.
Karenanya, jika penegak hukum dalam memutuskan perkara terpaku pada aturan-aturan hukum tertulis (formalistik), kemungkinan besar akan banyak yang jauh dari tewujudnya keadilan. Prinsip formalistik ini banyak dipegang oleh penegak hukum hingga sekarang. Makanya MK selalu melakukan terobosan-terobosan hukum guna memecah kebuntuan serta meluruskan hukum, yang secara konstitusional seringkali melawan arah terwujudnya keadilan.
(Ensiklopedi Tokoh Indonesia)